Rabu, 05 Oktober 2011

Dengan segenap hatiku, maafkan aku.


Aku marah sekali siang ini! Huhhh!
Karena Amoral Terkasih kawanku itu, membingkai bahasa kalbunya untukku.



PEMANTIK LENTERAKU

Entah aku harus menulis apa.
Rasanya aku hanya ingin berterima kasih,
pada seseorang yang kini menjadi ibu yang supermom..

Seandainya bisa bereinkarnasi, aku ingin sekali menjadi anaknya…
tumbuh di dalam belai kasihnya
dan lelap di dalam pangkuannya

Sesekali aku membayangkan rambutku yang basah mencoba disisirkannya agar terlihat menawan,
atau aku diajaknya jalan-jalan dengan diboncengnya naik sepeda keliling pantai…
Dan jika kelak aku dewasa dan sudah mengerti merangkai huruf menjadi kata yang indah,
akan kubuatkan puisi terindah untuknya.
Meski mungkin kelak aku akan tahu puisi tak akan mampu menggantikan kelopak matanya yang menangis ketika melihatku lahir ke dunia.

Hm… Betapa jemarimu itu seperti jemari pelangi yang mewarnai jejak hidupku…
Tiba-tiba aku suntuk dan terhenti.
Kata - kata berlarian di savana cakarawala,
aku harus menggembalakan lagi kata-kataku menjadi kalimat yang utuh untukmu.
Teruntuk Gita Ayu Pratiwi
Terima kasih sudah selalu menjadi pemantikku,
menyalakan lagi hatiku…



Wish u ^_^
(*)


Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan terima kasih padaku, sementara aku yang dibuat mekar karena aku merasa menemukan –tak hanya belahan jiwa, namun juga belahan kepala- Paruhan Hatiku padanya!?

Bagaimana mungkin ia punya pikiran untuk reinkarnasi dan menjadi putraku, sementara aku di sini masih saja berperang melawan sisi lain diriku yang –masih saja- tak bisa terima kalau aku adalah ibu dari seorang anak manusia!?

Bagaimana mungkin ia ingin kubelai, bila diriku saja masih haus akan kasih sayang dan semua romantika yang menyertai kehangatannya?!

Bagaimana bisa ia membayangkan ditimang di pangkuanku, bila aku –tetap saja- merindukan yang entah dan ingin disayang oleh yang entah!?

Hanya memakaikan pakaian pantas dan bersepeda ke langgar, yang benar-benar kulakukan utk membekali anakku. Tapi apakah itu cukup? Aku bahkan buruk karena ia yang disini selalu menangis ketika mulutku, dan jemariku yang berdosa ini, menyakitinya. Pantaskah aku?

Sementara aku selalu merindukan, berjalan, menyusuri pasir pantai, lalu berfoto memunggungi dunia, menatap nanar pada senja indah yang selalu ia ceritakan padaku…

Aku marah karena semua kelewat indah, sementara aku di sini hanya debu!
Aku bukan super, mungkin aku tak jua akan pernah melewati garis rata-rata. Aku marah karena aku diingatkan, aku gagal! Aku teramat gagal mencintai anakku sendiri dengan penuh! Oh Tuhan, akulah ibu yang durhaka kepada buah hati titipanNya…

Bagaimana bisa, ia memimpikan membahagiakanku bila dewasa kelak, jika saat inipun air mata tidak lahir dari hati karena ikhlas?! Aku ini setan!
Dan aku jatuh tersungkur dengan pecahan kaca kata-kata…
Marah yang terlalu marah itu, menjadi gerimis di pelupuk mata cahaya.

*Illahi Rabbi, tolong jangan renggut nafas hamba, sebelum hamba menyayangi putra hamba dengan indah. Hamba mohon…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Send me your words