Rabu, 28 Juli 2010

Ciumlah busukku, Sayang.



Aku memang mencintaimu.
Tentu saja engkau tak perlu ragu tentang itu, Sayang.
Cobalah ingat lagi bagaimana dulu ketika mata kita pertama kali saling bertemu kemudian setelahnya saling merindu.

Mata tentu sudah mengatakan kepada otak di kepala dan cinta di hati kita untuk jadian saja.
Dan begitulah, akhirnya engkau berhasil merengkuhku sebagai pacarmu.

Lalu ingatkah dirimu bagaimana permintaan itu disampaikan ibuku?
Saat itu sepuh-sepuhku sudah khawatir, ketar-ketir, ngeri karena kita sudah setiap hari berdua.
Kemudian engkau datang, meminang. Maka jadilah kita serumah, kini sudah lengkap dengan si kecil di tengah.

Ketahuilah Sayang, aku sangat mencintaimu dan buah hati kita. Hingga aku merelakan semua yang tengah kutapaki. Aku lepas semua impian keindahan masa depan diriku sendiri demi engkau berdua. Kutinggalkan dunia dan berdiam di rumah saja untuk mencintaimu dan anakku.
Saat engkau pergi melaut, menjaring curut-curut utk menghidupi kami, aku mulai menggarap semua.

Sejak pagi mengurus rumah, "umbah-umbah", memandikan ananda, menghangatkan susunya, menggendongnya di tubuhku di tangan kiri sementara kanan menyuapi, menjadi guru baginya dalam mempelajari semesta ini, dan berperan menjadi dirimu ketika ia membutuhkan sosok ayah namun kau tak ada. Tak kunjung selesai tugasku, Sayang. Seakan tiada libur yang benar-benar bisa menganggur buatku.

Aku bahkan telah lupa bagaimana rupaku. Aku tak pernah lagi ada waktu menghias-hias diriku sendiri. Terlalu repot hingga aku hanya ada apa adanya. Jadi janganlah aneh, apalagi mengeluh, jika dini hari ini, saat kau ciumi aku, bauku busuk. Tapi aku tetap kekasih yang dulu kau puja-puji. Aku hanya seorang ibu yang tak bisa selamanya berbingkai mawar dan menjadi palsu.
Adalah kelelahan buatku menjalani peranku sepanjang waktu, dan adalah hakku menjadi diriku yang seapa-adanya.
Seperti aku menerima jam kerjamu yang membuat kita hanya bertemu ketika lelah, seperti aku mau saja mencuci pakaianmu, kaus kakimu yang berbakteri dan telah berubah warna kecoklatan itu, dan segalanya yang sepertinya telah menjadi takdir tugasku sebagai perempuan.

Busuk ini sebenarnya hanya ujian. Masih betahkah engkau bersamaku, jika aku bau? Ataukah dirimu pergi dengan mawar segar baru yang sebenarnya, akan layu juga satu saat nanti.

Bertahanlah, karena busuk ini engkau yang akan mengharumkan. Ini adalah tanda kesetiaanku. Kau lihat aku tak punya pembantu, kau bisa lihat aku bekerja keras untukmu.
Maafkan aku, tapi aku mencintaimu dengan segala kurangmu. Mengapa tak kau cintai saja aku seperti itu? Bukalah mata hatimu untuk diriku yang tak berbalut palsu, polos telanjang. Dan basuhlah busukku, mandikan aku sesukamu.

-March 2010-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Send me your words