Menikah muda bukanlah hal mudah untukku. Meninggalkan gemilang karir, berdiam di rumah yang artinya mengurangi jam beredar di pergaulan, dan kehilangan porsi hidup dinamis adalah tantangan berat, seberat mengurus ini-itu rumahtangga. Namun inilah job desk terbaru, menjadi istri dan kemudian menjadi ibu untuk Ganeshauman, sang buah hati.
Ganesha terlahir dalam perjuangan saya melahirkan normal, di bawah bayang-bayang penyakit asma saya. Alhamdulillah ia terlahir sehat dan sayapun sehat, tanpa anfal sama sekali. Allahu akbar! Saya sempat mengalami sindrom Baby Blues sepanjang 2 tahun pertumbuhan Ganesh. Segala rasa berjibaku. Saya sedih, kecewa, marah, namun amat iba pada Ganesh yang haus kasih sayang saya. Meski begitu, saya tetap merawat Ganesh dengan kualitas nomor satu. Meski sempat frustasi, namun saya tetap memasakkan makanan lezat dan sehat untuk Ganesh, memberikan susu dan vitamin untuk menunjang kesehatan Ganesh, dan menemani Ganesh bermain di keseharian. Sementara makna menjadi ibu belum berhasil masuk relung kalbu saya. Miris memang.
Suatu ketika, di usia Ganesh yang ke-tiga, Ganesh membuka mata saya. Celotehnya tiba-tiba menjadi sangat ramai dan beberapa kali membuat saya tertawa mendengarnya. Kadang ia mengatakan hal-hal yang ajaib. Saya jadi melihat diri saya di dalam Ganesh. Tak hanya itu, Ganesh juga kerap meniru yang Ayahnya kerjakan. Kebanyakan adalah gerakan-gerakan Ayahnya dalam berolahraga. Saya membatin, "Hebat! Anak saya bertumbuh amat cepat! "
Saya akhirnya sadar betapa kasih sayang saya amat berperan penting dalam pertumbuhan Ganesh. Saya harusnya mulai menghargai diri dan peran saya yang amat mulia sebagai ibu. Tidak lama lagi Ganesh akan melesat tumbuh dan punya kehidupannya sendiri. Saya harus siap-siap kehilangan. Tapi untuk saat ini, saya harus siap-siap melakukan yang terbaik, yang terhebat, yang terkuat, sebagai bekal Ganesh menapaki hidupnya kelak. Dan di sanalah prestasi saya, sebagai ibu terbaik untuknya. (GAP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Send me your words